Wednesday, March 11, 2020

WHEN YOU BEING VOCAL BUT THEN SOMEONE STOP YOU, FIGHT FOR IT!

Okay so lemme tell you the story first hehe. Dulu, mungkin when i was about 14/15 yo, waktu dimana ibuku baru tiada benar-benar aku rasa everything has changed dimulai saat itu. Ketika peran ibu benar-benar hilang di saat aku masih butuh sekali bahkan sampai kapan pun aku masih butuh ibu. Bingung, sedih, marah, kesepian, menjadi satu kesatuan yang sampai sekarang masih mencoba melepaskan perasaan itu perlahan. Long story short, aku coba menyuarakan apa yang ada di pikiran dan perasaanku tapi ketika aku mencoba untuk “vocal” someone stopped me. Dan jujur it’s hurt like really... ini kalo boleh lebay my heart beat stopped for a while haha, nangis, kecewa, speechless. 

It gets me traumatized. Trauma untuk menyuarakan apa yang aku pikirkan, untuk menjadi terbuka sama orang, intinya aku trauma. Communicating with others has been the hardest thing for me to do. Aku lebih memilih diam dan mendengarkan, karna untuk menyampaikan apa yang aku pikirkan dan rasakan itu jadi sulit banget buat aku. Takut kejadian itu terulang lagi. 

Aku lebih memilih damai. Aku lebih memilih untuk se harmoni sama orang. Mengalah? Pasrah? Engga juga sih aku masih bisa berdebat pendapat sama orang kok walaupun masih lemah hehe i try. Well, aku sadar dengan menjadi pasif dan cenderung please people orang-orang jadi salah menilai aku bahkan sedikit “meremehkan”. Karna aku gak bisa stand up for myself and that’s the bad part! 

Ketika “orang-orang” itu adalah orang terdekat i think it’s time for us to be vocal. Being vocal bukan berarti kita membenarkan diri kita dan bukan juga menjadi pribadi yang egois. Ngga ada yang bisa baca pikiran kita dan gak ada juga yang bisa memahami kita kalo kita gak speak up. Untuk bisa terbuka sama orang itu susah memang. Again aku pun adalah tipe orang yang tertutup menjaga privasi tingkat dewa hahaha dan aku juga sebenernya gak suka a.k.a malas untuk menjelaskan kembali tentang diriku sama orang-orang baru. It takes time..

Tapi ketika i trusted them, aku mulai sedikit demi sedikit cerita “who am i” dan mereka yang dengar pun mulai memahami. Tidak lagi salah menilai, tidak lagi menduga-duga, tidak lagi menjudge yang tidak berdasar. Ketika semua orang sudah paham bagiku cukup. 

Dan aku rasa setelah expose siapa kita sama orang-orang, itu tuh bisa mengarahkan dimana kita dan orang-orang tersebut bisa berbicara tanpa ada rasa saling menghakimi atau gak enakan tapi malah saling memahami masing-masing pendapat.

Awalnya pasti akan awkward, orang-orang biasanya akan memberi respon “oh kamu gini ternyata” “aku kira kamu tuh begini”. Itu normal kok orang-orang akan memahami kamu sedikit demi sedikit. 

So good luck! Be vocal and listen to one another besides no one likes someone who’s fake :)




See you on my next post! :*

Tuesday, January 22, 2019

Ambisius

“Apa sih yang dicari?”


Hidup di lingkungan yang terus mendorongku untuk jadi ambisius bikin aku berkali-kali berpikir apa yang aku lakukan tulus?


Setiap manusia memiliki target yang ingin  dia capai, dia kejar, dia miliki, dan kalo bisa secepat mungkin dengan usaha dan waktu yang dia korbankan. Dengan lingkungan yang seperti itu bikin aku mencoba menjadi ambisius.


Pernah mencoba untuk menjadi ambisius dan itu agak melelahkan. Gak ada kabar, anti sosial, mengurung diri, fokusin ke tujuan yang ingin dicapai, terus pas udah tercapai ya yaudah gitu. Rasa puas dan bangga ada sih tapi kaya kosong aja gitu.


Dan itu buat aku sadar kalo emang hasilnya ga baik buat diri sendiri sih. Melakukan sesuatu yang ga tulus, terpaksa, dan buruknya jadi toxic. Setelah dilalui makin sadar kalo jadi “ambisius” karna ikut-ikutan itu gak ada tujuan yang jelas dan dealing with myself-nya perlahan hilang.


Pelan tapi pasti. Kayanya memang itu yang cocok aku terapkan di kehidupan. 


Kalo yang lain punya kelebihan untuk lari alhamdulillah
Kalo kamu cuma bisa jalan cepat ya juga alhamdulillah
Ujungnya sama kok. Cuma kecepatan tiap orang aja yang berbeda


“It doesn’t matter how slowly you go as long as you don’t stop”


See you on my next post! :*

Saturday, January 5, 2019

#REVIEW: COSRX ULTIMATE MOISTURIZING HONEY OVERNIGHT MASK

Holla! produk pertama dari cosrx yang ku coba adalah ultimate moisturizing honey overnight mask. Kenapa beli? Of course racun dari skincare guru yaitu Gothamista. Kalo ngga salah dia lagi bahas skincare untuk oily skin, which is #azik tipe kulitku oily jadi goyahlah aku buka shopee, masukin keranjang, belinya beberapa hari kemudian sih hehe. Let's get into it!











Jadi sebenernya produk ini multifungsi lho, bisa jadi overnight mask, wash off mask, dan juga moisturizer. Kalo aku sering banget pake buat overnight mask supaya besok bangun2 kulit terasa lembab, plump, dan glowing. Pernah juga pake untuk jadi moisturizer buat day skincare, itu enak juga bikin kulit glowing kaya glass skin gitu tapi pakenya sedikit aja soalnya kalo kebanyakan bakal kaya berminyak padahal engga.

Teksturnya gel gitu lho jadi cepet banget meresap di kulit dan no fragrance, jadi cocok banget buat kulit sensitif nih. Kandungan yang ada di produk ini yaitu,  87% propolis extract dan natural beeswax. Nah fungsi dari propolis ini bisa untuk membantu menghilangkan bekas jerawat dan dia claimnya this mask provides intensive hydration with refreshing moisture. Bener banget sih ini tuh hydrating dan moisturizing parah! Bahkan ya waktu itu aku lagi ada jerawat di jidat dan aku pakein ini kan ke seluruh wajah besoknya kempes jerawatku, mungkin karna ini juga bikin calming jerawatku yang merah2 ya jadi cepet kempes deh. 

Dulu yang aku liat di reviewnya gothamista sih bentuknya jar gitu tapi untuk yang sekarang bentuknya tube. Jujur lebih suka yang tube karna lebih higienis menurutku. Isinya itu 60 ml dan gak cepet abis kok padahal aku rutin pake ini setiap malam. Sekarang udah tinggal dikit banget huhu. Untuk harga kisaran 150rb lumayan pricey sih untuk anak kuliahan tapi abisnya lama kok kaya 3-4 bulan gitu dan worth it untuk dicoba!

See you on my next post! :*

























Tuesday, November 27, 2018

Komentarlah yang baik



Banyak orang memberikan pendapat mereka terhadap seseorang tanpa memikirkan akibatnya. Mungkin lucu-lucuan aja, merasa benar, atau yang penting bersuara tapi aslinya gak ada isinya sama sekali. 

Bersuara atau berpendapat itu boleh banget bahkan memang ada pasalnya kan? Tapi sampaikanlah dengan tutur kata yang baik jangan malah bikin pesimis orang yang dikomentari. Berpendapat dengan maksud memberi tahu jangan membuat kesalahan, mengarahkan ke jalan yang benar, jangan mengambil keputusan yang salah.ok.got it. Itu ngga papa banget malah berterima kasih sudah mengingatkan.

Tapi kalau dari cara penyampaiannya salah seperti menggunakan kata kasar, membandingkan, memaksa, merasa paling tau dan benar, berpendapat dengan nada sarcasm. Itu sangat—ngga—banget. Cobalah pikirkan dulu kira2 apa reaksi orang yang kamu komentari saat baca/dengar ucapan kamu yang kaya gitu.

“Kan untuk kebaikan dia juga?!” Iya tapi gak semua orang bisa langsung nerima komentar kamu gitu aja. Karena kamu gak tahu, seberapa lama komentar kamu bisa nempel di kepala orang.

Bisa jadi kamu penyebab dia overthinking semalaman, nambah beban pikiran dia, lalu sakit, bahkan menyerah untuk melanjutkan hidupnya. Don’t let those things happen!

Ketika kamu gak suka sesuatu dari orang lain bukan berarti ada yang salah dari orang itu. Sesederhana dia bukan tipe kamu aja. Dan gak semua orang perlu jadi tipe kamu juga. Jadi pastikan mulai sekarang hanya yang baik yang keluar.

Dan saya nulis ini dengan kesadaran tinggi kalau mungkin saya pernah tidak sengaja berkomentar yang tidak enak. Mohon dimaafkan ya :)


See u next post :*